Langsung ke konten utama

Luka dan Rahasia di Setiap Keluarga (Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini)

Senin lalu (6/1), tanpa perencanaan matang, aku bersama ketiga temanku menonton film keluarga yang sedang ramai dibicarakan: Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI). Film adaptasi buku, sempat dibuat versi series (3 episode) di channel Youtube Totota, dan buku yang fenomenal hingga menciptakan rival (Nanti Kita Sambat Tentang Hari Ini, akun twitter @/nksthi). Karena cukup mendadak, aku benar-benar blank saat masuk studio. Hal itu juga membuatku sedikit lupa dengan cerita versi series. Jadi di menit-menit pertama kuhabiskan untuk mengingat dan mencoba memahami isi cerita. Film berdurasi 121 menit ini memiliki pemeran yang simpel: Ayah-Ibu, Angkasa, Aurora, Awan, Lika, dan Kale. Inti cerita ada pada luka terpendam dalam keluarga ini. Ah, ini mungkin akan mengandung spoiler. Jika kurang berkenan, bisa disudahi saja.
Sejak awal, misteri sudah disuguhkan: apa yang terjadi saat Awan lahir? Kenapa Ayah menangis? Kenapa Ibu begitu terluka? Kaus kaki siapa yang dipeluk Ibu? Kenapa Ayah begitu protektif dengan Awan? Kenapa Ibu selalu diam dengan sikap Ayah pada anak-anaknya?
Pun juga konflik pada masing-masing anak. Pada Angkasa, bagaimana Ayah memberikan beban untuk “selalu” menjaga adik-adiknya. Bahkan saat dia sudah memiliki hubungan serius dengan Lika, keluarga tetap nomor satu. Pada Aurora, anak tengah, tapi terlihat “disisihkan”, karena Ayah menomorsatukan Awan. Hanya Ibu yang peduli dan dipedulikannya. Juga Awan, anak bungsu, selalu dalam pengawasan keluarga, apa yang diinginkan selalu dipenuhi, selalu dibantu.
Sejak hari pertama tayang, penggemar NKCTHI sudah berhambur, termasuk beberapa temanku. Dan, yah, mereka tidak bisa tidak menangis. Aku tahu, perasaan setiap orang berbeda, hasil mungkin berbeda denganmu. Tidak masalah jika kamu tidak menangis, atau menganggap itu film yang biasa-biasa saja. Ini hanya selera, atau memang konfliknya tidak sesuai ekspektasimu. Kalau aku, terus terang seperti berkaca. Aku juga bungsu, hampir tidak pernah kesulitan, apa yang kuminta selalu dipenuhi, apa yang kubutuhkan, akan dibantu. Menurut orang lain, keluarga kami baik-baik saja, bahagia, berkecukupan. Namun, itu menurut orang lain.
Apa yang ingin kukatakan adalah, tidak semuanya sesuai dengan apa yang kau lihat. Setiap keluarga, tentu memiliki luka dan rahasia masing-masing. Tidak mungkin itu ditampakkan keluar. Aku masih ingat dulu pernah mendengar kalimat, “Pilihlah laki-laki yang mendahulukan keluarganya.” Jika memang ini masih berlaku, maka lihatlah Angkasa. Dia menomorsatukan keluarganya, bahkan saat hubungannya dengan Lika semakin serius, bukan lagi main-main. Apa jadinya? Lika jadi “berkorban”. ada juga yang berkata, “Enaknya jadi bungsu, minta apa dikasih (jika keluarganya berkecukupan).” Maka lihat Awan, dia harus terus dijaga, hampir tidak pernah memilih, dan tanpa disadari, bergantung dengan orang lain (Angkasa, teman-temannya). Atau dikira, beruntung sekali Aurora, sudah cantik, berbakat, dari keluarga baik-baik. Maka lihat lebih dalam lagi, apakah menyenangkan dikesampingkan begitu? Bahkan Ayahnya berdebat di tengah pameran tunggalnya.
Film ini juga mengajarkan bagaimana berkomunikasi. Seperti yang diketahui, hubungan apapun, jika komunikasinya tidak bagus (sering menahan, memendam, atau asal ceplos), tentu tidak bertahan lama. Aku juga tidak tahu bagaimana sebuah hubungan bisa bertahan, terlalu sering bercerita, juga ujungnya akan menyembunyikan sesuatu. Sama saja.