Seperti yang
sudah dikatakan Ketua, aku diterima di klub bahasa. Rasanya berat banget.
Jujur, aku nggak siap harus tampil di depan kelas selama tiga kali seminggu.
Nggak pede...... >.< Walaupun kebencianku sekarang nggak memuncak lagi
dengan Ketua, aku tetap saja enggan melihatnya. Terutama saat pembukaan
muhadloroh bahasa di bulan September lalu. Para petugasnya berasal dari anggota
baru klub bahasa. Dan kebetulan aku yang ditunjuk sebagai pembawa acara bahasa
Arab. Jangankan untuk tampil di hadapan seluruh warga sekolah, di depan kelas
saja aku sudah malu setengah mati. Alhasil, penampilanku berantakan. Suaraku
terlalu pelan, sehingga kurang bisa didengar. Naskah juga banyak yang nggak jelas.
Aaaarrrgghhh.... serasa ingin ditelan bumi saja.
Hanya selisih
beberapa hari dengan muhadhoroh bahasa, diumumkan seleksi untuk mengikuti
olimpiade PAI dan SKI yang diadakan oleh UIN Sunan Ampel Surabaya. Seleksi
diadakan hari Kamis siang. Aku sengaja mengikuti keduanya, karena takutnya
kalau hanya satu bakalan ada yang nggak lolos. Seleksi PAI sendiri
alhamdulillah bisa aku lewati dnegan lancar. Karena semua materinya adalah
materi yang aku pelajari sehari-hari. Untuk yang SKI, jujur, aku sendiri rada
kewalahan. Mana hafal aku tentang tahun dan nama-nama pahlawan di masa Dinasti
Umayyah, Abbasiyah, dan sebangsanya itu? Terakhir aku belajar SKI saja sudah
setahun yang lalu. Ya sudahlah, semoga yang PAI aku bisa lolos. Aku pengen
banget bisa jadi duta sekolah buat perlombaan ini.
Selang
beberapa hari, aku terus menanti pengumuman dengan rasa tak sabar. Aku sudah
pesimis saja bakalan gagal. Tapi di suatu Selasa, ada mas-mas kelas XII-IPA
yang datang ke kelasku tepat saat aku tengah pelajaran mawaris (faroid/ilmu
waris). Dia manggil aku sama salah satu temenku. Aku yang kondisi ngantuk berat
bingung setengah mati. Ngapain aku dipanggil Waka. Kesiswaan? Apalagi, aku sama
temenku ini bertolak belakang banget. Setelah mikir beberapa lama, aku akhirnya
ngeh kalo kesamaan kami sama-sama pernah ikut seleksi olimpiade PAI-SKI.
Oalah.. baru nyambung. Tapi tunggu.. berarti aku lolos, dong? Yeee...
alhamdulillah. Nyampe di kantor, aku lihat ada dua lagi temanku dari XI-IPA,
satu anak kelas X, mbak-mbak kelas XII-IAI2, mas yang tadi manggil aku, anak
kelas XI-IAI1, sama Ketua. Lho? Kok ada Ketua lagi? Emangnya dia ikutan
seleksi, ya? Akhirnya, Pak Irud, Waka. Kesiswaan jelasin tentang teknis
perlombaan dan materinya. Buat peserta olimpiade PAI, pesertanya ada aku, mbak Mamam
(XII-IAI2), Udzma (XI-IPA), Putra (XI-IPA), sama Ketua. Ditambah mas Yahya
(XII-IPA) dan Hida (XI-IAI1) yang ikut MTQ di hari yang sama bareng olimpiade
PAI, 25 September 2014. Sementara untuk peserta olimpiade SKI, ada Nani
(XI-IAI2), mbak Mamam (XII-IAI2), Udzma (XI-IPA), Rohman (X-IPA1), dan Ketua.
Iya, Udzma, mbak Mamam, sama Ketua ikut kedua olimpiade itu. Dan ternyata, Ketua
ikut tes susulan, makanya pas seleksi awal itu aku nggak ngerasa ngeliat.
Tepat seminggu
setelahnya, peserta olimpiade PAI-SKI dan MTQ berkumpul lagi. Kali ini untuk mengurus
proses pendaftaran dan pembagan materi untuk peserta olimpiade PAI. Semua
peserta berkumpul, kecuali Udzma. Termasuk juga ketua. Oleh Pak Irud, aku
diminta mengisikan formulir pendaftaran olimpiade PAI. Saat menuliskan nama Ketua,
aku sempat kebingungan. Aku kurang begitu paham dengan nama lengkapnya. Aku
melirik Ketua yang tengah berbicara dengan mas Yahya. Dan formulir pendaftaran
olimpiade SKI sudah tuntas diisinya. Aku ingin meminjamnya untuk menuliskan
nama Ketua, tapi aku bingung memulai darimana. Baru saja aku membuka mulut
untuk memanggil Ketua, Ketua sudah melihatku. Menangkap basah aku yang sedari
tadi memperhatikannya. Kontan mukaku memerah walau hanya sesaat. Ketika aku
sudah mengambil alih pikiranku, aku katakan pada Ketua, “Mas, pinjem
formulirnya buat nulis nama pean.” Tanpa banyak bicara, Ketua memberikan
formulirnya. “Oh, iya, nih.” Fiuh.. rasanya nggak karuan. Sama sekali tidak ada
dalam bayanganku untuk bisa didekatkan dengan Ketua dalam kondisi seperti ini.
Beres dengan
nama ketua dan pembagian materi, aku dan Nani kembali ke kelas. Aku sudah lupa
sama sekali dengan kejadian bersama Ketua dan kembali fokus ke pelajaran. Tapi
aku baru sadar akan satu hal, ternyata Ketua mempunyai mata yang sanggup
membuatku, orang yang sangat membencinya, luluh dalam sekejap.
Hari demi hari
aku lewati dengan mempelajari materi sendiri. Terkadang aku bingung, kenapa
tidak ada diskusi bersama? Bukankah akan terasa lebih mudah jika bisa semua
materi dibahas bersama. Apalagi ini materi kelas X-XII. Dan bener aja, hari
Senin minggu berikutnya (H-3 lomba), dari jam 3-4 sampe 7-8, kita berlima
kumpul di ruang OSIS buat belajar bareng. Karena waktu udah mepet, jadi kita
bahas latihan soal yang ada aja. Dari latihan soal itulah, kita dapet
penjelasan lebih dalam. Baik dari Ketua ataupun mbak Mamam. Banyak hal baru
yang aku baru dpet dari Ketua. Baik dari pengetahuan agama, sampai beapa dalam
ilmu yang dimiliki Ketua. Di sela-sela diskusi ini, tak jarang Udzma mengajukan
beberapa pertanyaan. Wajar saja, dia kan dari IPA. Banyak yang belum dia
ketahui dalam beberapa bagian pelajaran agama. Dan tentu saja dalam hal ini
Ketua yang menjawabnya. Entah hanya perasaanku saja atau bagaimana, aku merasa
setiap kali Ketua menjawab pertanyaan Udzma, pandangan Ketua selalu ditujukan
padaku. Seolah-olah aku yang bertanya padanya. Hal ini membuat sesuatu di lubuk
hatiku berdesir setiap kali tatapan kami bertemu.
Tidak mau
kalah dengan Udzma, aku juga ikut bertanya pada Ketua tentang berbagai masalah
masyarakat yang selama ini mengganggu pikiranku. Tapi mungkin karena Ketua
masih belum yakin dengan jawabannya, pertanyaanku dibuat PR olehnya.
Mendengarnya, aku sudah merasa sangsi. Yakin bakalan dicari tahu?,
pikirku saat itu. Tapi mengingat Ketua yang selalu ingin tahu tentang segala
hal, aku berusaha positive thinking. Diskusi ini ditutup ketika bel
pulang sekolah sudah terdengar. Alhamdulillah, materi sudah selesai separuhnya.
Tinggal separuh lagi.
Saat
perjalanan kembali menuju kelas, aku terus saja memikirkan Ketua. Walau hanya
di hadapan kami berempat, perfomance-nya benar-benar sanggup bikin aku
terkesan. Aku mulai melihat Ketua dari sisi yang berbeda. Perasaan benci yang
dulu memenuhi isi hatiku kini pudar. Digantikan rasa kagum luar biasa pada
Ketua. Yah.. belum sepenuhnya juga, sih. Mengingat saat itu aku masih sedikit
menyangsikannya. Huff.. entahlah. Semuanya terlalu rumit untuk dipikirkan.
Hanya satu hal yang aku tau, ada sesuatu yang lain kini saat aku bertatapan
dengan Ketua.