Ternyata,
baik hari Selasa maupun hari Rabu, nggak ada lagi diskusi bareng dengan Ketua.
Entah kenapa, aku merasa kecewa. Tapi semuanya beralasan, sih. Hari-hari itu
kan lagi musim UHT (Ulangan Harian Terprogram). Jadi wajar saja jika semuanya
lebih memilih mengikuti UHT. Tambah lagi jelang manasik haji. Putra yang paling
sibuk dalam hal ini. Alhasil, tidak ada lagi belajar bersama.
Tapi kami
akhirnya berkumpul di hari Rabu sore (H-1) untuk diberikan pengarahan tentang
teknis besok oleh Pak Irud. Kami positif memakai seragam putih abu-abu karena
kepala sekolah selalu meminta agar para duta sekolah memakai jas almamater. Karena
registrasi dimulai pukul 07.30, kami diminta berkumpul pukul 05.00. Dan karena
asramaku, mbak Mamam, dan Udzma yang cukup jauh dari sekolah, maka khusus
kami—yang cewek— akan dijemput mobil sekolah di depan asramanya. Kalau aku dan
mbak Mamam di depan pos asrama IV. Cuman yang cowok yang diminta datang ke
sekolah. Apalagi Ketua yang asramanya hanya selisih dua bangunan dari sekolah.
Sepulang
sekolah, aku diajak mbak Mamam untuk meminta “wejangan” dari kepala sekolah.
Awalnya aku malas, apalagi waktu udah sore banget, tapi tetep aja aku dipaksa.
Jadilah aku mengikutinya. Dan kupikir, kepala sekolah akan memberikan ceramah
panjang seperti kala sambutan, tapi ternyata hanya memberikan beberapa patah
kata, “Kalau pulang, jangan lupa bawa oleh-oleh.” Hanya itu. Tak lebih, tak
kurang. Singkat, tapi jelas.
Begitu
sampai di asrama, aku segera mempersiapkan segala yang aku butuhkan untuk
besok. Terutama perbekalan, karena besok aku akan berangkat lebih pagi.
Sebenarnya untuk urusan ini sudah pasti disiapkan sekolah, sih, tapi aku nggak
mau nanggung resiko maag-ku kambuh di tengah jalan. Karena itu aku juga
mempersiapkan obat maag di kantung tas.
Keesokan
harinya, aku bener-bener full-prepared. Aku pastikan semuanya aman
terkendali. Tanpa ada kekurangan sedikitpun. Untuk jamaah shubuh pun aku hanya
mengikuti sholatnya saja. Begitu istighotsah dimulai, aku langsung kabur dari
musholla dan bersiap berangkat. Aslinya, aku ingin berangkat setelah
teman-teman selesai jamaah, tapi sayang, waktu sudah sangat mepet. Padahal
kurang sedikit lagi jamaah selesai. Tepat pukul 05.00 aku keluar dari kamar.
Baru juga make sepatu di depan asrama, mbak Mamam sudah menjemput. Berdua kita
menuju pos asrama IV dan menunggu mobil sekolah lewat.
Tapi sampai beberapa menit, tidak ada
tanda-tanda mobil lewat. Diputuskan untuk kita berangkat ke sekolah. Baru
sampai setengah jalan, Pak Irud sudah lewat dengan motornya. Jadilah aku dan
mbak Mamam kembali ke pos dan menunggu di sana. Kurang dari lima menit, mobil
sekolah sudah lewat. Bisa kulihat bangku belakang sudah penuh dengan peserta
cowok. Mulai dari Hida, Putra, mas Yahya, sampai Ketua. Dan karena Ketua yang
berbadan paling kecil, dia mendapat posisi di pinggil jendela. Aku hanya
tersenyum sekilas padanya. Aku sendiri duduk di samping cak Ahmad, alumnus
UINSA yang mengabdi di sekolah. Di sampingku Udzma, dan di pinggir jendela,
tepat di depan Ketua, mbak Mamam. Dia memang sedikit anti-kendaraan, makanya
minta duduk di pinggir jendela dengan jendela terbuka lebar. Sementara jalanan
pagi sudah cukup banyak polusi yang sedikit mengganggu pernafasanku. Tapi, yah,
mau bagaimana lagi? Sudah terlanjur. Akhirnya aku hanya bisa tutup hidung
setiap kali mencium polusi.
Sepanjang
perjalanan, tak henti-hentinya kami bercerita. Pak Irud memastikan istirahat
kami semalam cukup. Hampir semuanya menjawab terlalu cukup. Hanya Ketua yang
mengatakan hampir tidak bisa tidur. Hida langsung menyahut, “Keasyikan belajar,
mas?” Ketua hanya tersenyum tipis. Tanpa menyahut apapun.
Entah karena
jam berangkat yang lebih pagi dari biasanya atau capek bercerita, satu per satu
dari kami jatuh tertidur. Mbak Mamam, Udzma, dan mas Yahya yang aku tau jelas.
Juga Putra. Hida sepertinya terlalu asyik dengan HP-nya. Yeah, Hida nggak
tinggal di asrama, wajar saja dia bisa membawa HP. Hanya Ketua yang tampak
serius mempelajari materi olimpiade. Aku tau karena sempat meliriknya sekilas.
Aku lupa
saat itu sampai dimana, pokoknya saat itu Pak Irud membeli koran saat tengah
terjebak lampu merah. Kemudian koran itu diberikan pada Cak Ahmad. Saat itu,
Cak Ahmad kebetulan membaca berita olahraga pas bagian Lampard (ex. Chelsea)
yang mencetak angka bagi tim barunya saat bertanding melawan Chelsea. Aku yang
baru tau informasi itu bertanya pada Cak Ahmad. Dan ternyata, Lampard memang
keluar dari Chelsea. Entah karena apa. Selesai Cak Ahmad membaca korannya, aku
mulai membaca berita-berita terbaru. Yah, bukan berita juga, sih. Aku lebih
suka membuka halaman Deteksi Jawa Pos. Tapi baru membaca beberapa bagian,
kepalaku sudah pusing duluan. Yah, penyakit lamaku kambuh. Aku memang tidak
tahan membaca saat berada di dalam kendaraan. Alhasil, koran itu kulipat
kembali dan kuletakkan di pangkuanku. Saat itulah, Ketua melihatku yang tak
lagi membaca koran. Ketua meminta koran itu. “Fin, pinjem korannya, dong.” Aku
memberikannya pada Ketua tanpa berkata apa-apa. Campuran antara gugup dan kepala
yang masih pusing. Saat memberikan koran itulah, aku melihat air muka Ketua
terlihat lebih cerah dari biasanya. Kalau sehari-harinya Ketua selalu tampil
tanpa ekspresi, maka kali ini Ketua sedikit ceria. Entah apa sebabnya. Tapi aku
lebih suka melihat Ketua seperti ini.
Kami sampai
di UINSA pukul 07.20. Sepuluh menit lebih awal dari yang diduga. Karena masih
agak pagi, kami diminta sarapan dulu di parkiran. Fiuh.. rasanya lega banget
waktu keluar dari mobil. Capek duduk selama dua jam lebih. Begitu turun, Ketua
langsung pergi entah kemana dengan mas Yahya. Tapi nggak lama. Nggak nyampe
lima menit juga. Aku kira mereka mau sholat dhuha. Karena di dekat parkiran ada
masjid UINSA. Selesai makan, masih ada waktu sedikit. Aku pengen banget bisa
sholat dhuha. Mbak Mamam juga. Paling enggak, kita bisa berdoa dulu sebelum
“berperang”. Belum juga ngomong, Pak Irud sudah bilang, “Hari ini nggak sholat
dhuha dulu, ya? Nggak papa kan? Takutnya nanti terlambat.” Yah, pupus sudah.
Tapi seolah tak mau menyerah, mbak Mamam minta izin ke kamar mandi untuk wudhu.
Aku sendiri juga ikut bareng Udzma, tapi aku nggak ikut wudhu. Kondisi perutku
masih berantakan. Takutnya tengah jalan udah batal lagi.
Beres urusan
itu, kita menuju auditorium UINSA untuk melakukan registrasi dan pembukaan
olimpiade. Karena proses registrasi masih cukup lama, kami bertujuh diminta
memasuki auditorium dulu. Nah, saat itulah aku mendengar dari peserta yang
duduk di belakangku yang bertanya pada panitia bahwa pengerjaan soal
menggunakan LJK. Sementara aku sama sekali tidak mempersiapkannya. Udzma masih
bisa tenang karena sudah mempersiapkan segala kemungkinan. Berbeda dengan aku
dan mbak Mamam. Karena itu aku langsung menghampiri Ketua bersama mbak Mamam.
“Mas, bawa pensil 2B nggak?” tanyaku.
“”Nggak, eh. Kenapa?” jawab Ketua tanpa ekspresi.
“Tadi aku denger ada yang tanya ke panitia dan katanya pengerjaannya
make LJK. Sementara kita nggak ada persiapan.” Maksudnya aku dan mbak Mamam.
Tanpa
ba-bi-bu, Ketua segera menghadap Pak Irud dan menjelaskan situasinya. Setelah memastikan
pada panitia mengenai pernyataanku tadi, Pak Irud pergi entah kemana dengan Cak
Ahmad. Maaf, Pak. Belum-belum, kita udah ngerepotin, kataku dalam hati.
Ketua segera kembali di tempatnya dan mengisyaratkan agar aku juga kembali ke
tempatku.
Tak sampai
sepuluh menit, Pak Irud menghampiri tempatku dan memberikan pensil berikut
penghapusnya. Aku jadi sedikit merasa bersalah. Dalam hati aku bertekad untuk
berjuang keras kali ini. Karena itu, begitu pembukaan Olimpiade PAI dan MTQ dalam
rangka Miladiyah FAI UINSA selesai dan peserta olimpiade diminta menuju gedung
A Fakultas Tarbiyah, aku berjanji akan berusaha keras untuk bisa membanggakan
nama sekolah. Saat melewati kursi mas Yahya, dia menyemangati kami. “Semangat
ya semuanyaa...” Senyum yang ditambah wajahnya yang memang dari sononya cakep
membuat semangatku serasa dipompa. Aku kemudian berjalan di belakang Ketua dan
Putra, bersama mbak Mamam dan Udzma di sampingku. Langkahku tegap. Arahku
mantap. Aku sudah siap berperang kini.
Saat melihat
pembagian ruangan, aku ternyata satu ruang dengan Udzma, mbak Mamam bersama
Ketua, sementara Putra sendiri. Aku segera mencari ruanganku bersama Udzma.
Saat sudah duduk di ruangan, mbak Mamam datang dan memberikan semangat.
Pengerjaan soal dimulai tepat pukul 09.30. Bismillaahirrohmaanirrohiim......