Langsung ke konten utama

[INTERMEZZO] Tentang Sebuah Pilihan

Belakangan ini, topik obrolanku dan teman-teman di kampus tidak lagi soal tugas, kelakuan dosen, dan sebangsanya. Masih ada, sih, pembicaraan soal itu, tapi kini melebar, menyangkut pilihan dalam hidup, masa depan, semacam itu. Ini wajar sih. Biarbagaimanapun, secara usia kami sudah kepala 2, umur di kampus juga yang tertua (semester 5, senior semester 7 sedang magang). 

1. Seperti ketika aku berbincang dengan teman cowokku (sebut saja Kiki) saat kami jalan berdua. Kami sempat menyinggung soal pernikahan (lupa awalnya bagaimana). Tentang bagaimana sebenarnya kami tidak ingin mengundang terlalu banyak tamu (jadi acara bisa lebih intens), tapi dari sisiku, sepertinya sedikit mustahil mengingat aku anak perempuan terakhir (dan satu-satunya), jadi tentu orangtuaku menginginkan acara yang lebih meriah. 
2. Lalu ketika si Kiki bimbang tentang apakah dia harus kerja part-time sekarang atau semester depan, aku dan teman cewekku yang lain (sebut saja Sissy) mencoba membantunya dengan saran yang-entah-bermanfaat-atau-tidak bahwa "menabung" tidak harus berupa uang, tapi juga ilmu, keahlian, atau relasi (karena teman cowokku ini ikut komunitas profetik dan cukup "sosialita").
3. Ketika aku belum berhasil di Project B, Vee (teman cewekku yang lain lagi) sempat bilang, "Kalau kamu belum diterima masih lumayan, Fin, kan kamu ada online shop." 
4. Lalu tadi siang, Haha (another my friend) bertanya, "Aku heran, dari yang kulihat, kamu kan tipikal anak yang minta apa saja ke orangtua selalu diiyakan, tapi kenapa kamu tetap 'bekerja' dengan jualan (pulsa, dan bekakas di online shop)?" 
5. Sementara si Eka menyahut, "Jujur aku juga ingin bisa bekerja, tapi orangtua dan pacar justru meminta aku belajar saja. Nggak perlu part-time segala macam. Padahal kalau aku lihat teman-teman kan aku juga ingin."

Percakapan di atas bisa diatur dalam satu kalimat Jawa: "Urip iku sawang sinawang." Hidup itu saling melihat (dengan hidup orang lain), saling membandingkan, melihat apa yang terlihat saja, tanpa tahu perjuangan di baliknya. 

Permasalahan Kiki dan Eka di poin 2 dan 5, menurutku sebuah pilihan. Kiki ingin menabung lebih awal, tapi dia khawatir jika kesibukannya di organisasi mengganggu proses kerja; sementara Eka ingin merasakan bagaimana rasanya bekerja sambil kuliah. Kukatakan, bahwa mereka bisa "menabung" untuk pekerjaan di masa mendatang. Kiki bisa memanfaatkan organisasinya untuk menjalin relasi dengan berbagai pakar profesi demi kebutuhan di masa mendatang. Eka yang ke depan ingin membuka kafe idamannya juga bisa belajar dengan mempelajari marketing dan kehumasan dari kafe-kafe yang menjamur di Jogja, mengikuti workshop bisnis, atau sesederhana menekuni materi kuliah agar bisa mempraktikkannya nanti. Hanya beda cara belajar. Teman-teman yang dapat kesempatan bekerja part-time bisa mengaplikasikan ilmunya lebih awal dan menjalin relasi di lapangan, sementara yang belum berkesempatan bisa memanfaatkan waktu luang mereka untuk belajar hal lain.

Soal pernyataan Vee yang bilang bahwa aku maih terbantu online shop, kujawab IYA jika yang dia maksud soal pemasukan. Tapi pendapatan online shop juga tidak se-stabil itu. Terlebih aku mengelola 3 toko, dimana 2 diantaranya bergantung pada orang lain (reseller), jadi manajemennya harus teratur (karena aku tipikal yang harus terstruktur). Dan samai saat ini, terus terang aku belum menyentuh keuntungan dari daganganku. hanya sekali dulu, setelah itu semuanya utuh. Pengeluaran hanya seputar operasional (promosi, biaya tools, semacamnya). Jadi bisa dikatakan masih utuh. Aku probadi juga belum tahu ke depannya akan bagaimana. Salah satu alasan kenapa aku ingin bekerja part-time adalah aku ingin mempelajari manajemen dari majikan nanti. Karena ayah sudah bertekad akan wirausaha, maka aku harus menyerap ilmu dari lingkungan saat ini, untuk bisa kuterapkan nantinya.

Itulah kenapa ketika Haha bertanya "Kenapa aku masih bekerja while I've everything?" Ya agar aku masih tetap punya segalanya di masa depan *lol*. Saat ini memang aku masih cukup, tapi ada masanya ayah harus pensiun dan membangun usaha sesuai impiannya. Di sini aku mulai berfungsi. Karena aku juga tidak bisa hanya diam saja. Naluriku selalu ingin bergerak. Melakukan sesuatu. Apa saja yang bisa kulakukan :))

Jangan hanya "melihat yang terlihat". Kamu tidak tahu kenapa temanmu bekerja mati-matian sambil kuliah di saat kamu merasa cukup dengan kiriman setiap bulan. Kamu tidak tahu alasan kenapa temanmu aktif di organisasi, saat kamu lebih memilih belajar materi kuliah di kamar. Kembali, semua itu hanya soal pilihan. Mau sambil bekerja, hanya belajar, aktif organisasi, itu pilihanmu. Tinggal bagaimana kamu menjalaninya. Apakah memaksimalkan? Atau tidak? Saranku sih, maksimalkan. 

Aku memilih menjadi mahasiswi kupu-kupu, menyukai K-pop dan K-drama, suka makan dan memasak, dan mengelola online shop. Why? Aku lebih cepat lelah jika berada di tengah orang banyak. Dengan segala kesibukan di dalam kampus, kurasa itu sudah cukup. Selama di kampus akan kumaksimalkan interaksi dengan orang lain, tapi setelah itu, biarkan aku men-"charge" tubuh dan pikiranku, agar aku bisa tetap waras. Aku suka Korea: musik, drama, kecantikan. Maka kumaksimalkan dengan mempelajari bahasa dan istilah-istilah dalam dunia kecantikan. Sehingga ketika suatu hari aku dimintai pendapat tentang hal itu, aku bisa nyambung. Aku suka makan, kalau setiap hari makan di luar, itu tidak sehat untuk dompetku.Untuk itu aku harus bisa berkreasi dengan berbagai makanan yang kusimpan. Maksimalkan fasilitas kos, jadi tidak rugi. Perut terisi, dompet sehat, aku dapat pengalaman :)) 

Kukira tulisan ini tidak akan panjang, ternyata masih panjang juga. Baiklah, aku tidak tahu apakah ini bermanfaat atau tidak (bahkan aku tidak tahu apakah ada yang membacanya), tapi semoga diriku di masa depan bisa membacanya (kembali). See you :))