Langsung ke konten utama

Tidak Harus Berhenti

Beberapa waktu lalu, aku kembali melanjutkan membaca Filosofi Teras karya Henry Manampiring (setelah tertunda sekian lama). Saat membaca BAB 5, aku merasa sedikit relate, kukira karena aku tengah mengalaminya. Dalam bab ini, Henry memberikan rumus untuk mengatasi emosi negatif yang hadir: rumus STAR (Stop, Think and Asses, dan Respond). Henry mengungkapkan, saat kita tahu akan diserang emosi “negatif”, kita harus langsung stop, lalu berpikir secara rasional, apakah itu termasuk hal yang bisa kita beri reaksi negatif (marah, kecewa, frustasi, dsb)? Baru kemudian memberikan respon.
Terus terang, aku sedikit kurang sepakat dengan pendapat ini. Memang tujuannya agar kita bisa memberi respon secara rasional, bukan berdasar perasaan, namun kita jadi sulit mengekspresikan emosi. Padahal bisa jadi, saat itu kita sedih, kecewa, marah, ingin menangis meluapkan perasaan, tapi malah diminta berhenti? Tentu menyesakkan. Ini juga bertentangan dengan apa yang selama ini kubaca di Twitter: dari dr. Jiemi, mas Adjie, kak Naj, dimana mereka bilang, apapun emosimu, keluarkan. Bahagia, sedih, marah. Hanya memang, bagiku, aku enggan menampakkannya kepada orang lain. Terutama saat marah. Aku memilih menenangkan diri dulu sebelum berhadapan dengan orang yang membuatku marah. Saat sedihpun demikian. Di hadapan orang lain, aku hanya bisa bercerita secara kronologis.kemudian menumpahkan segala emosi saat aku sendiri. Meski terasa lebih menyakitkan.
Sebagaimana yang kualami beberapa waktu lalu. Aku terburu-buru. Aku masih marah, masih kecewa, tapi harus menghadapi berbagai orang. Dan semuanya kacau. Aku berakhir menyakiti mereka, lalu menyesal dan menyalahkan diri sendiri kemudian. Aku terus menangis. Fisikku lelah, emosiku kacau, sementara tuntutan terus datang. Aku menangisi diriku yang kacau. Usai istirahat panjang, aku mencoba rileks. Hadir di sini-kini (mas Adjie). Menyadari napas, menyadari masa kini. Aku kemudian mencoba merunut kronologis. Ah, sejak awal, memang bukan salahnya. Sejak awal, perasaan itu hanya aku. Namun semuanya sudah terjadi. Tidak ada yang bisa kulakukan, setidaknya untuk saat ini.