Langsung ke konten utama

Sederhana, Merasa Cukup, atau Minimalis?

Catatan: tulisan ini kutulis pada April 2020, kuunggah setelah kubaca ulang dan kurasa masih relevan (dan aku masih menganut kandungannya)

Beberapa waktu terakhir, aku sedang belajar untuk merasa cukup dengan apa yang sudah kumiliki. Tentu ini bukan hal yang mudah. Berat sekali rasanya. Apalagi jika kau memiliki kesempatan untuk berbuat curang. Cukup dengan koleksi pakaian yang dimiliki, cukup dengan gawai yang ada, menyetok perawatan diri sewajarnya, hingga tidak berlebihan dalam mengonsumsi makanan. Terpaan media sosial dan kemudahan belanja secara daring kemudian menjadi ujian tersendiri untukku. Bagaimana tidak? Hampir setiap bulan gawai seri terbaru muncul, tren pakaian terus berubah, belum lagi diskon-diskon di merek perawatan diri atau peluncuran koleksi lucu edisi terbatas (yang sama sekali tidak berguna bagiku). Rasanya aku hampir gila jika terus menghadapi hal ini setiap kali mengakses media sosial. Aku kemudian mencoba menerapkan masukkan keranjang sekarang, pesan nanti-nanti. Berharap saat itu aku sudah berubah pikiran, karena tidak jarang aku hanya impulsif ingin belanja. Sejauh ini berhasil, entah hingga kapan.

Kenapa aku bersusah payah untuk ini?

Ada banyak alasan. Pertama, ini terkait dengan komitmenku untuk meminimalisir sampah yang kukonsumsi. Dengan sedikit belanja, maka semakin sedikit sampah yang kukonsumsi. Jika harus belanjapun, aku mencoba untuk berpikir untuk memilih kemasan yang dapat kupakai ulang. Meski terkadang lebih mahal, namun jika memang efektif, kenapa tidak?

Kedua, aku merasa tertekan. Sungguh. Aku pernah dalam masa dimana aku bisa mendapatkan apapun yang kuinginkan dengan dana yang kumiliki (tentu dengan standarku). Tentu saja aku berusaha memenuhi segala keinginanku saat itu. Berharap aku dapat puas setelahnya. Namun apa yang kurasakan? Bukannya puas dan lega, aku justru menuntut lebih. Seperti naik tangga tanpa tujuan. Terus naik, naik, dan naik. Membuatku lelah dan tertekan. Membeli yang bukan kebutuhan, hingga menumpuk, membuat sesak, dan menambah beban pikiran. Keuanganku menjadi kacau hingga harus diatur ulang. Hingga satu-dua bulan terakhir, aku mencoba untuk melepaskan barang-barang yang tidak lagi kubutuhkan, bertepatan dengan kamarku yang dibenahi. Sebagian kubuang, sebagian kujual, sebagian lagi kubagikan. Hingga ruang kecil itu terasa lebih baik.

Bagaimana mungkin itu berpengaruh?

Hmm.. dalam pandanganku, mungkin seperti menyingkirkan “beban pikiran”? Membuang keperdulianku terhadap barang-barang yang tidak penting, dan hanya memperdulikan apa yang penting saja. Misalnya, ada baju yang sudah jarang kupakai. Hanya untuk acara tertentu saja, aku juga kurang menyukai modelnya, dan saat ini (hingga beberapa waktu ke depan) aku tidak akan memakainya. Jadi untuk apa kusimpan lagi? Begitupun koleksi lain: kerudung, buku, dan koleksi per-kpop-an yang tidak ingin kusimpan. Ruang yang kumiliki sudah kecil, tidak perlu dipersempit dengan barang-barang yang tidak kuketahui fungsinya di masa mendatang. Lebih baik aku memaksimalkan fungsi dari barang-barang yang sudah ada. Aku baru menyadarinya sejak tinggal di ruang kecil yang sepenuhnya milikku ini (maksudku aku tidak harus berbagi ruang dengan orang lain), bahwa mungkin sesak yang sering kurasakan dulu adalah buah dari keserakahanku, yang terus menginginkan lebih dan lebih. Maksudku, aku tahu kata cukup, tapi aku belum bisa memaknainya dengan benar (meski makna yang saat ini kupahami juga belum tentu benar). Barang yang kumiliki saat ini masih banyak. Terlihatnya sedikit, tapi kalau dikumpulkan akan tetap menumpuk, namun perasaanku jauh lebih baik. Setidaknya, barang-barang yang tersisa kini sepenuhnya kugunakan di keseharian.

Apakah prinsip ini akan terus kugunakan?

Aku tidak tahu. Namun saat ini, iya, akan kupelajari hingga aku merasa jengah haha.. bahkan aku sudah membayangkannya, begitu keluar dari rumah besar ini, aku akan memiliki rumah mungil, dengan perabotan secukupnya (yang benar-benar dibutuhkan sehari-hari), hidup tenang dengan memasak, bertanam, bermain dengan kucing, dan bekerja. Sepertinya menyenangkan.

Ah, tulisan ini menjadi kacau. Ini pemikiran spontan. Tidak ada kerangka. Hanya curahan hati karena setiap kali membuka Instagram, aku selalu tergiur dengan ponsel keluaran terbaru, padahal ponsel yang kugunakan masih sangat baik. Aku juga mendadak ingin membeli barang-barang kecil di aplikasi belanja online, padahal aku tidak terlalu membutuhkannya. Dan aku tidak akan menurutinya, karena aku tahu ini hanya keinginan sesaat. Ini kebiasaan burukku yang tidak bisa membiarkan uang menganggur.